Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review dan Sinopsis Film Marlina si Pembunuh Empat Babak: Setiap Babak Merupakan Upaya Penyelamatan Diri

Marlina dalam Film Marlina si Pembunuh Empat Babak

Tanganhelra.com-Film Marlina si Pembunuh Empat Babak rilis pada 2017 silam yang disutradai oleh Mouly Surya. Film Marlina berlatarkan tempat Sumba, Nusa Tenggara Barat. Berikut ini sinopsis dan review dari film Marlina si Pembunuh Empat Babak.

Diperankan oleh Marsha Timothy sebagai Marlina, film ini memenangkan banyak penghargaan diantaranya adalah piala citra untuk berbagai kategori. Film ini juga dibintangi beberapa aktor dan aktris tanah air lainnya seperti Dea Panendra, Egi Fedly, dan Yayu Unru.

Memiliki judul "Empat Babak" karena film ini terdiri dari babak babak atau tahapan. Babak pertama yaitu perampokan, babak kedua  perjalanan, babak ketiga pengakuan dosa, dan babak keempat kelahiran.

Film Marlina si Pembunuh Empat Babak bercerita tentang seorang perempuan yang mengalami perampokan dan pemerkosaan setelah kematian suaminya. Berlatarkan daerah Sumba NTB, penonton bisa menyaksikan bagaimana suasana dan karakter dari daerah tersebut yang memiliki ciri khas unik. 

Berikut ini sinopsis dan review film Marlina si Pembunuh Empat Babak.

Sinopsis dan Review Marlina si Pembunuh Empat Babak 

Babak Satu (Perampokan) - Marlina si Janda dan juga Ibu yang Kehilangan Anaknya

Pada awal film, penonton dijamu dengan kehadiran Markus. Seorang perampok yang akhirnya membawa gerombolannya untuk mencuri harta berupa hewan ternak milik Marlina. 

Markus masuk rumah Marlina, dan bertanya di mana suaminya. Marlina berbohong bahwa suaminya akan segera pulang, padahal suaminya sudah meninggal dan dijadikan mumi yang dapat penonton lihat di sudut ruangan.

Markus meminta Marlina untuk memasak sup ayam, yang kemudian diracuni oleh Marlina agar para perampok yang memakan supnya perlahan-lahan mati. 

Hal itu terbukti, semua perampok langsung teracuni sup ayam, kecuali markus yang belum memakan sup itu dan dua orang temannya yang sudah lebih dulu pulang membawa truk berisi hewan ternak curian.

Setelah teman-temannya meninggal, Marlina berniat membawakan Markus sup serupa untuk disantap. Akan tetapi Markus menolak dan malah memperkosa Marlina. Terpaksa , Marlina pun membunuh Markus dengan memenggal kepalanya hingga putus.

Dari bagian ini, penonton dapat memahami bahwa menjadi seorang janda—apalagi Marlina yang juga ditinggal oleh anaknya—sangat rentan sekali terjerat kasus kejahatan. 

Banyak Janda yang menjadi sasaran penjahat, diskriminasi, hingga pelecehan (fisik maupun verbal) seolah mereka adalah manusia yang tidak lagi memiliki tameng yang menjaga.

Belum lagi, film ini berlatarkan tempat di sebuah padang Sabana Sumba. Dalam film, dapat penonton saksikan bahwa tanah di daerah tersebut banyak yang masih begitu kosong, sehingga masyarakat tidak hidup saling berdempetan. 

Hal ini tentunya membuat pelaku kejahatan memiliki peluang lebih besar untuk melakukan aksi kotor terhadap sebuah keluarga.

Perampasan hak seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, juga seringkali terjadi. Di film ini, Marlina diperlihatkan memiliki hewan ternak yang banyak, yang seharusnya dapat menjadi topangan hidup setelah kematian suaminya. 

Hal inilah yang mungkin membuat pencuri seperti Markus dapat melacak, memantau, mengetahui, dan kemudian melancarkan aksi pencuriannya.

Di dunia Kita sehari-hari, banyak pula orang-orang yang memakan harta anak yatim, mengambil hak atau memotong bantuan dari pemerintah bagi mereka janda-janda miskin, hingga melakukan pelecehan verbal dengan menganggap janda seolah dekat kaitannya dengan perebut laki orang.

Kejadian yang ditampilkan dalam film, memang tidak selalu sama dengan permasalahan yang dialami oleh masyarakat sehari-hari. Akan tetapi inti permasalahannya kadang-kadang merupakan hal yang serupa, sehingga film ini dapat menjadi kritik sekaligus teguran bagi para penontonnya.

Babak Dua dan Tiga (Perjalanan dan Pengakuan Dosa) – Melaporkan Pelecehan Seksual yang berujung menjadi pelcehan verbal

Setelah pembunuhan yang dilakukan Marlina, esoknya ia pergi ke kantor polisi dengan menenteng kepala Markus. Marlina menaiki truk angkutan umum dengan sahabatnya, Novi, yang sudah hamil 10 bulan, dan tidak kunjung ada tanda-tanda akan melahirkan.

Di tengah perjalanan, Truk yang ditumpangi Marlina berpapasan dengan Truk dua orang teman Markus (salah satunya bernama Frans)  yang tadi malam pulang lebih dulu untuk mengantar hewan ternak curian mereka. 

Marlina sempat panik karena tau kedua orang tersebut menuju ke rumahnya dan akan segera mengetahui bahwa teman-teman mereka telah mati.

Marlina dan Novi berhenti di tengah jalan untuk buang air kecil. Bertepatan dengan itu, kedua teman Markus sudah mendatangani truk angkutan umum dan menanyakan keberadaan Marlina.

Marlina bersembunyi, dan kemudian melanjutkan perjalanannya menuju kantor polisi seorang diri. Di bagian inilah, penonton dapat menyadari bahwa seringkali meminta pertolongan dari pelecehan seksual, dianggap sebelah mata, dan malah berujung dilecehkan secara verbal.

Marlina membuat laporan tentan kejadian yang menimpanya. Tentu saja ia tidak membawa kepala Markus. Kepala itu ia masukkan ke dalam kotak dan dititipkannya ke sebuah warung. Marlina membuat laporan pemerkosaan dan perampokan yang telah menimpanya.

Di sana, Marlina menjelaskan karakteristik Markus sebagai seorang lelaki tua yang memerkosanya. Dan jawaban polisinya adalah,

                    “Kalau dia tua dan kurus, kenapa kau biarkan dia perkosa kau?”

Sebuah jawaban yang sebenarnya adalah pelecehan juga, pelecehan verbal.

Perjalanan Marlina untuk melaporkan kejadian yang ia alami tidak berakhir dengan mulus. Korban pemerkosaan harus melakukan visum, dan karena lokasi mereka yang jauh, mereka harus menunggu beberapa hari untuk menunggu dana turun dari pemerintah.

Babak Keempat (Kelahiran)

Pada akhirnya, perampok yang sedang mencari kepala Markus menemui Novi. Ia menjebak Novi dengan merebut ponselnua lalu menelfon suami Novi dan mengatakan bahwa Novi telah berselingkuh dengannya. 

Hal ini membuat suami Novi marah dan tidak percaya dengan istrinya. Selain itu, Frans juga mengancam akan membunuh Novi dan bayinya jika ia tidak mau meminta Marlina untuk pulang dan mengembalikan kepala Markus. 

Hal ini membuat Novi menurut. Ia menelfon Marlina, dan mengikuti Frans. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah Marlina, sambil menunggu Marlina pulang dengan kepala Markus.

Novi memohon kepada suaminya untuk percaya

Sepulangnya Marlina, ia menyerahkan kepala itu kepada Frans, kemudian cepat-cepat menuntun Novi untuk keluar dari rumahnya. Tetapi Frans meminta Novi untuk memasakkan makan malam berupa sup ayam. 

Novi yang sudah mules akan melahirkan, terpaksa memasak, tapi kemudian ia berhenti karena kesal ketika mendengar suara Marlina sedang diperkosa oleh Frans.

Novi mengambil pisau besar semacam golok, dan mendobrak masuk pintu kamar. Dengan kesal, ia menebas leher Frans hingga putus, dan ia akhirnya melahirkan dengan selamat.

Melalui film ini, penonton akan menikmati alur cerita yang pas (tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat) yang dilengkapi dengan sinematografi luar biasa. 

Tak hanya itu, penonton jadi dapat mengetahui bahwa Indonesia masih memiliki banyak daerah luas, yang bahkan memiliki sebuah daerah sabana dengan pemandangan luas biasa.

Penonton juga dapat mengetahui bahwa masih adanya ketidakmerataan penanganan sebuah kasus yang melibatkan tenaga kesehatan. Dana dari pemerintah menjadi tolok ukur cepat-lambatnya suatu kasus dapat segera ditindaklanjuti atau diulur-ulur nanti.

Akting Marsha Timoty sebagai Marlina, tentu saja berhasil membuat penonton bertepuk tangan, lengkap dengan aksen nada bicara masyarakat Sumba yang fasih ia gunakan. 

Dea Panendra sebagai Novi juga cukup membuat penonton terkesan. Ketangguhan yang ia tampilkan sebagai seorang ibu yang hamil besar, membuatnya seolah menjadi representasi banyak wanita tangguh yang selalu kuat dan siap menghadapi apa saja.

Sekian review kali ini, sampai bertemu lagi di review selanjutnya.


Salam Hangat,

Helra.