Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review dan Sinopsis Film “Yuni”: Nasib Perempuan di Indonesia

Yuni dan teman-temannya
Tanganhelra.com-Film Yuni yang rilis pada 9 Desember 2021 lalu, merupakan film bergenre drama yang mengangkat persoalan-persoalan perempuan di Indonesia. Baca sinopsis dan review film Yuni selengkapnya di sini.

Film Yuni dibintangi Arawinda Kirana (Yuni), Kevin Ardilova (Yoga), Dimas Aditya (Pak Damar) dan beberapa bintang tanah air lainnya seperti Neneg Wulandari dan Asmara Abigail.

Film ini menyinggung beberapa masalah kekangan budaya yang dipegang erat masyarakat, yang lebih berat untuk wanita. Tak hanya itu, film “Yuni” juga menyinggung adanya LGBT+ di sekitar kita.

Lalu bagaimana sinopsis dan review film Yuni? Berikut ini sinopsis dan review film Yuni yang mengangkat banyak isu perempuan di Indonesia.

Sinopsis Film Yuni

Yuni seorang siswa SMA yang dikenal paling pintar di angkatannya. Ia juga memiliki paras cantik dan pesona yang kuat. Film ini menceritakan Yuni yang saat itu sedang duduk di kelas 12.

Masalah datang ketika Yuni dilamar oleh salah satu laki-laki pekerja pabrik. Namun, Yuni tidak mencintai laki-laki itu, ia menyukai guru bahasa Indonesianya bernama Pak Damar.

Di sisi lain, Yoga yang merupakan adik kelas Yuni, diam-diam menyukai Yuni dan khawatir akan lamaran pekerja pabrik tersebut.

Hingga akhirnya Yuni menolak lamaran lelaki itu, dan menjadi gunjingan teman-temannya.

Teman-teman perempuannya bergunjing bahwa sebaiknya perempuan tidak perlu banyak memilih, karena yang terpenting bagi perempuan adalah memiliki suami seorang pekerja.

Hal ini sesuai dengan kenyataan di negara kita, banyak perempuan yang menggunjingkan perempuan lain hanya karena berbeda pilihan.

Perempuan dan Keperawanan

Lamaran Yuni yang kedua datang dari seorang bapak yang sudah beristri. Bapak tersebut bahkan mengatakan akan menaikkan uang mas kawin jika saat malam pertama, Yuni masih perawan.

Yuni dilamar sebagai istri kedua

Pada bagian ini, terlihat jelas bahwa keperawanan masih menjadi ukuran baik-buruknya seorang wanita. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi laki-laki.

Yuni yang membenci hal ini kemudian sempat murung. Ia akhirnya melakukan hubungan sex dengan Yoga, yang sudah sejak lama menyukainya.

Setelah itu, ia mengaku kepada bapak yang melamarnya, untuk menolak lamaran tersebut karena sudah tidak perawan.

Hal yang berat bagi Yuni adalah gunjingan orang-orang. Masyarakat percaya bahwa seorang perempuan tidak boleh menolak lamaran lebih dari tiga kali, karena jika menolak tiga kali, masyarakat percaya perempuan itu akan sendirian seumur hidupnya.

Yuni masih memiliki satu kesempatan menerima lamaran. Namun, hatinya masih untuk Pak Damar, guru bahasa Indonesia.

Pak Damar seorang LGBTQ

Hingga akhirnya Yuni harus kecewa karena orang yang ia sukai diam-diam memakai baju perempuan. Yuni tidak sanggup menghadapi apa maunya kekangan budaya terhadapnya.

di akhir film Yuni, ia memilih jalannya sendiri, dengan menghindari kekangan budaya, selamanya. Yuni menenggalamkan diri.

Review Film Yuni

Siapa Saja yang Berpartisipasi dalam Pelanggengan Patriarki

Film “Yuni” adalah representasi dari patriarki yang ada di Indonesia. Mirisnya, pelanggengan konstruksi patriarki seringkali dilanggengkan oleh para perempuan itu sendiri.

Yuni yang menolak lamaran seorang pria, digunjing oleh perempuan-perempuan lain yang merasa keputusan tersebut adalah bodoh dan sia-sia. Menolak suatu pernikahan merupakan kesia-siaan yang akan berdampak pada penyesalan.

Gambaran mahar sesuai keperawanan atau tidak, merupakan bukti bahwa di negara kita, perempuan masih dinilai dari masa lalu sedangkan laki-laki dinilai dari masa depan. Konsep tersebut harusnya dilawan, bukan dilanggengkan dengan jargon “Kehati-hatian”.

Kisah sahabat Yuni yaitu Neneng yang terpaksa menikah dengan pacarnya karena difitnah melakukan hal yang tidak senonoh oleh beberapa orang, menjadikan Neneng terpaksa menikah daripada terkena gunjingan jelek warga sekitar.

Hal ini menjadi contoh bahwa masyarakat kita lebih siap tertekan oleh kehidupan pernikahan daripada tertekan dengan gunjingan hal-hal buruk yang belum tentu benar. Masyarakat mengontruksi perempuan, bahwa menikah adalah hal yang paling aman dari kerasnya dunia ini.

Masyarakat memukul rata kehidupan indah berumah tangga yang dimiliki sebagian perempuan, dengan menutup mata terhadap banyaknya perempuan yang menderita dan tidak bahagia terhadap pernikahan mereka.

Tak hanya itu, dengan disinggungnya karakter LGBT yang berusaha menutupi hal tersebut di masyarakat, merupakan bentuk eksistensi dari ketakutan dan ancaman yang mengantui para kaum LGBT setiap hari.

Ketakutan yang dirasakan Pak Damar merupakan representasi dari banyak LGBT di Indonesia, yang harus tampil sesuai dengan keinginan masyarakat, dan ketakutan setiap hari akan identitasnya.

Hal yang menarik dari Film “Yuni” adalah munculnya puisi-puisi Sapardi Djoko Damono yaitu kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni”

Yuni dan Yoga

Kisah cinta Yoga dan Yuni seperti puisi-puisi tersebut. Hangat, tapi berpisah.

Film “Yuni” juga menggunakan bahasa Sunda banten, cukup unik mengingat jarang atau bahkan belum ada film layar lebar yang menggunakan bahasa daerah tersebut. Film “Yuni” mengenalkan ragam atau variasi bahasa daerah di Indonesia yang bercabang lagi, atau memiliki ciri beda lagi di tiap daerahnya.

 

 

Salam Hangat,

Helra.