Review dan Sinopsis Novel Amba Karya Laksmi Pamuntjak
Cover Novel Amba karya Laksmi Pamunjak |
Tanganhelra.com-Judul novel karya Laksmi Pamuntjak yang pertama kali terbit pada 2012 ini, pasti langsung mengingatkan pembaca terhadap kisah Mahabrata yaitu Amba, Ambika, dan Ambalika.
Tebakan pembaca tidak sepenuhnya salah, karenabeberapa nama tokoh dalam novel ini memang sengaja diangkat dari tokoh Mahabrata. Tak hanya itu, Laksmi seolah membuat para tokohnya memikul beban nasib dari tokoh wayang-wayang tersebut.
Novel Amba pertama kali dicetak dengan bahasa Indonesia pada 2012 silam. Amba mendapatkan penghargaan “Pemenang LiBeraturpreis 2016”. Awalnya Laksmi menulis novel ini dengan bahasa Inggris.
Ia mengaku terdorong untuk membuat novel bertema latar belakang sejarah Indonesia yang bisa diapresiasi di luar negeri.
“Dia bukan wayang, kamu bukan wayang. Lagi pula, bagaimana mungkin akan ada Bhisma dalam hidupmu?”-Nuniek (Ibu Amba)
Laksmi mengaku menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan selama menulis novel ini. Ia membutuhkan banyak riset sejarah mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada 1965 silam di Indonesia.
Sinopsis Novel Amba
Amba merupakan seorang anak perempuan asal Kadipura yang diberi nama oleh bapaknya dari nama epos Mahabrata. Tak hanya Amba, kedua adik kembarnya juga diberi nama Ambika dan Ambalika, persis sebagaimana kisah Mahabrata dalam perwayangan.
(Amba dalam Mahabrata)
Kisah Mahabrata singkatnya menceritakan tiga puteri yaitu Amba, Ambika, dan Ambalika yang dipinang Bhisma untuk dinikahkan dengan Wichitrawirya. Namun, saat itu Amba sudah menjalin kasih dengan Raja Salwa.
Hal tersebut menyebabkan Raja Salwa mengalami perkelahian sengit dengan Bhisma, tapi sayangnya Raja Salwa kalah telak. Ia harus merelakan Amba dibawa oleh Bhisma.
Saat pernikahan akan berlangsung, Amba berkata kepada Bhisma dengan mencemooh tentang Bhisma yang seharusnya tau bahwa sejak awal hati Amba sudah ada untuk Raja Salwa. Akhirnya Bhisma mengembalikan Amba kepada Salwa.
Namun, sayangnya Salwa tidak menerima Amba untuk kembali. Salwa merasa malu karena sudah dikalahhkan Bhisma didepan semua orang, sehingga ia mengirim Amba kembali kepada Bhisma.
Sekembalinya Amba, Bhisma memohon kepada Wichitrawirya untuk menikahi Amba, tapi ditolak juga dengan mengatakan ia tidak bisa menikahi seseorang yang hatinya untuk orang lain.
Bhisma sendiri telah bersumpah untuk tidak menikah. Amba akhirnya menjadi perempuan yang tertolak. Ia menjadi perempuan yang menderita dan hatinya dipenuhi kebencian terhadap Bhisma. Amba akhirnya pergi ke hutan dan bertapa. Ia berjanji untuk menghancur Bhisma.
(Amba yang ditulis Laksmi)
Laksmi dalam novelnya kemudian menciptakan tokoh Amba sebagai sosok perempuan yang independen sejak ini. Tokoh tersebut digambarkan pintar dan dewasa. Amba kemudian menjadi seorang mahasiswa sastra Inggris di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Amba dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang lelaki jawa bernama Salwani. Kemiripan nama ini dengan epos Mahabrata hanya dianggap kebetulan oleh Amba dan keluarganya. Ia menjalani hubungan dengan Salwani selama bertahun-tahun, seorang dosen UGM yang pintar dan ganteng.
Namun, Amba tau bahwa jauh dalam lubuk hatinya, ia ragu bahwa ia mencitai Salwa. Selalu ada hal yang membuatnya ragu bahwa lelaki itu adalah orang yang ia cintai.
Pada 1965, Salwa mendapatkan tugas di Surabaya. Ia dan Amba harus LDR Yogyakarta-Surabaya selama beberapa bulan lamanya.
Di tahun yang sama, Amba memutuskan untuk mengambil pekerjaan sebagai penerjemah di sebuah rumah sakit Kediri. Di sana, Amba berkenalan dengan seorang dokter asal Jakarta bernama Bhisma Rasyad.
Pertemuan Amba dengan Bhisma seharusnya menandakan bahwa ia harus mundur karena kebetulan ini terlalu menakutkan. Namun, cinta memang keras kepala. Amba akhirnya mengkhianati Salwa dan menjalin hubungan dengan Bhisma.
Amba dan Bhisma sepakat untuk menikah dan hidup bahagia. Namun, Bhisma menghilang usai pertemuan mereka di salah satu acara di Yogyakarta.
Sejak saat itu, Amba tidak lagi melihat Bhisma. Ia mengandung anak Bhisma dan membesarkannya dengan seorang lelaki asal luar negeri bernama Adalhard. Amba juga memutuskan hubungan dengan keluarganya karena malu akan membawa aib untuk keluarga.
Setelah puluhan tahun lamanya, barulah Amba mendapat kabar bahwa Bhisma ditangkap dan dipindahkan ke Pulau Buru. Ia menjadi tahanan politik kasus gerakan 30 September 1965. Hal itu terjadi karena Bhisma “kebetulan” ada di tempat penggerebekan.
Bertahun-tahun Amba berpikir bahwa Bhisma tega meninggalkannya seperti ini. Dan Amba harus menunggu puluhan tahun lamanya untuk membaca surat-surat yang ditulis Bhisma di pulau Buru.
Review Novel Amba
Laksmi menuliskan sejarah yang dimasukkan ke dalam kisah fiksi nan menarik. Bukan hanya mengenal bagian sejarah kelam Indonesia yang tidak diajarkan di bangku sekolah, laksmi juga menyinggung kisah Mahabrata dengan unik.
Setelah membaca Amba karya Laksmi, pembaca mungkin akan mencari kisah asli Mahabrata untuk disandingkan dengan nasib Amba yang sebenarnya.
Novel setebal 577 halaman ini membuat pembaca campur aduk. Merasa pintar, merasa dewasa, lalu hancur saat membayangkan tahun-tahun yang Amba lewati sambil menerka-nerka kemana hilangnya Bhisma.
Pembaca juga boleh egois untuk membela Salwa sekaligus menghardiknya karena mementingkan harga diri.
Atau, seperti saya, pembaca juga lebih tertarik terhadap Adalhard yang membesarkan Siri seperti anaknya sendiri.
Yang jelas, pembaca akan merasa sesak dan menyayangkan kenapa Bhisma harus mengalami buta warna yang membawanya ke tempat penggerebekan PKI.
Peristiwa tersebut terjadi puluhan tahun yang lalu. Dan bisa jadi, ada banyak Bhisma-Bhisma yang “kebetulan” atau menjadi “salah sasaran” penangkapan, tapi harus menanggung semua itu seumur hidupnya.
Bagi saya, Laksmi bukan menulis sebuah novel. Ia menulis sebuah cinta.
Salam Hangat,
Helra.