Sinopsis dan Review Film Kembang Api: Isu Kesehatan Mental yang Tanggung
Film Kembang Api |
Tanganhelra—Film kembang api merupakan salah
satu film yang ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia di tahun 2023 ini. Film
kembang api mengangkat tema fiksi sosial yang rilis pada Maret 2023 dan tayang
perdana di aplikasi streaming netflix pada Juni 2023.
Film
kembang api bercerita tentang empat orang yang memilih bunuh diri bersama
dengan sebuah kembang api raksasa, tetapi kemudian membawa mereka pada
perjalanan waktu. Film kembang api mengangkat tema fiksi sosial yang jarang
sekali ada di perfilman indonesia.
Film kembang
api juga diperankan oleh aktris dan aktor terkenal seperti Marsha Timoty,
Hanggini, Doni Damara, dan Ringgo Agus Rahman. Keempat aktris dan aktok yang
berbeda usia ini justru menambah daya tarik dalam film kembang api.
Film kembang api juga merupakan remake atau adaptasi dari film Jepang yang berjudul 3ft Ball&Soul yang rilis pada 2017 silam.
Takhanya
itu, film kembang api ini juga menyimpan banyak ekspetasi masyarakat terkait
isu kesehatan mental atau psikologis manusia terhadap bagaimana setiap orang
memiliki dan menghadapi masalahnya.
Maka dari
itu, film ini diharapkan bisa menjadi sebuah gambaran sekaligus motivasi bagi para
penonton mengenai motivasi bertahan hidup. Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya
film kembang api tayang dan menampilkan tema psikologis?
Berikut ini
merupakan sinopsis dan review film kembang api.
Sinopsis
Film Kembang Api
Film
kembang api menceritakan empat orang yang awalnya berjanjian di sebuah platform
online untuk sama-sama melakukan bunuh diri. Mereka membuat janji di sebuah
pegunungan dan hutan tanpa mengetahui identitas masing-masing orang.
Pak Fahmi
yang diperankan oleh Doni Damara merupakan tokoh utama yang membuat platform,
mengumpulkan orang, dan membuat kembang api untuk bunuh diri. Jadi, dia lah
yang memiliki ide awal dan mengajak bunuh diri bersama-sama.
Ketiga
tokoh lainnya akhirnya ikut dan berkumpul untuk segera melakukan aksi bunuh
diri dengan kembang api. Sebuah kembang api besar berbentuk bola yang diukirkan
aksara jawa beserta kalimat “Urup iku Urip” memiliki arti hidup itu menyala menjadi
sebuah ironi pertama dalam film tersebut.
Tokoh dan Kembang Api |
Meski
begitu setelah kembang api diledakkan, keempat tokoh justru bermain dalam
perjalanan waktu. Mereka berempat kembali ke menit-menit sebelum pertemuan, dan
uniknya tokoh yang bisa menyadari perjalanan waktu ini adalah ia yang memencet
tombol kembang api.
Alur Film
kembang api memiliki dua mata pisau, di sisi lain menarik karena setiap tokoh
memiliki kesadaran bahwa mereka mengulang waktu dengan cara berbeda, di sisi
lain setengah cerita dihabiskan dengan setiap tokoh yang “greget” dan
memastikan tokoh lain bahwa mereka sedang berada di perjalanan waktu.
Pada
akhirnya, alih-alih mencari jalan keluar atas permasalahan mereka (jika memang
film ini ingin berfokus pada kesehatan mental) keempat tokoh malah berusaha
memecahkan teka-teki mengapa mereka terus kembali pada putaran waktu.
Remote Kembang Api |
Saat
mencari teka-teki itulah mereka akhirnya terperangkap ke dalam aturan yang
sebelumnya tidak boleh dilanggar, yaitu mengetahui cerita dan alasan
masing-masing orang untuk melakukan bunuh diri.
Selanjutnya
adalah review yang akan mengandung beberapa spoiler, berhenti membaca sampai di
sini jika ingin lebih dulu menonton filmnya.
Jika
berbicara tentang review, idealnya kita bisa melihat dua sisi. Pertama, sisi kelebihan
atau positif dari film tersebut. Kedua, kekurangan film ini yang menurut judul
membuatnya menjadi film tanggung.
Review
Film Kembang Api
Secara umum,
ada beberapa nilai-nilai baik yang sudah dibawakan dalam film ini. Diantaranya sebagai
berikut
Usia
Tokoh yang Beragam
Ada empat
tokoh yang memutuskan untuk bunuh diri, yaitu Pak Fahmi yang berusia sekitar 50-an,
Sukma yang berusia sekitar 30-an, Raga yang berusia 20 menjelang 30, dan Anggun
yang berusia remaja atau masih belasan tahun.
Perbedaan
usia tokoh merupakan hal yang menarik karena menunjukkan bahwa setiap orang
pasti memiliki masalahnya masing-masing, tidak dilihat dari usia yang ia
miliki. Bahkan, dari perbedaan usia ini menunjukkan juga berbagai latar
karakter yang berbeda.
Usia 50-an seperti
pak fahmi yang susah payah menjaga keluarga dan cita-cita anaknya, kisah Sukma
sebagai ibu yang kehilangan anaknya atau Raga yang sudah sukses menjadi seorang
dokter tapi kemudian mengalami trauma.
Terakhir
adalah tokoh Anggun yang merupakan anak SMA. Tokoh ini juga menunjukkan bahwa masalah
atau isu kesehatan mental juga bisa menyerang anak muda, yang digambarkan dalam
film ini sebagai anak yang bahkan masih sekolah.
Perbedaan
usia tokoh di Film Kembang Api cukup merepresentasikan bahwa isu kesehatan
mental bisa menyerang manusia di berbagai usia dan tidak merujuk pada seseorang
dengan latar belakang pekerjaan tertentu saja.
Anak
Muda Tidak Akan Punya Masalah
Karakter
Anggun bisa dibilang sebagai sumbu dari konflik film ini. Pasalnya, tokoh lain
percaya bahwa terjebaknya mereka di mesin waktu disebabkan adanya anak di bawah
umur yang bunuh diri.
Ketiga tokoh
lain yang memiliki usia lebih dewasa menganggap bahwa anak kecil atau remaja
seperti Anggun tidak akan memiliki masalah serius sehingga tidak boleh melakukan
bunuh diri. Tokoh yang lebih tua menganggap bahwa masalah hanya datang kepada
orang dewasa saja.
Anggun (siswa SMA) |
Hal ini merupakan gambaran dari sebuah stereotipe di masyarakat bahwa orang dewasa selalu menganggap bahwa semakin dewasa seseorang maka bebannya akan semakin berat. Hal ini membuat mereka percaya bahwa anak kecil atau remaja tidak boleh merasakan sedih yang berlarut-larut.
Hal ini
juga selaras dengan banyaknya karakter masyarakat yang suka “membanding-bandingkan”
sehingga membuat mereka yakin bahwa kesedihan seseorang tidak bisa melebihi
kesulitan yang mereka alami.
Uniknya
lagi di film kembang api, ketiga tokoh orang dewasa menganggap bahwa tokoh Anggun
memiliki waktu lebih banyak untuk bisa menyelesaikan masalahnya. Padahal
ketiganya juga punya kesempatan yang sama untuk menghadapi dan menyelesaikan
masalah mereka.
Tidak
Semua Kesedihan Berarti Harus Menangis
Salah satu hal
yang cukup mencolok dalam film Kembang Api adalah cara tokoh dalam
mengekpresikan kesedihannya. Tentunya ketika para tokoh memutuskan untuk bunuh
diri, mereka sudah mempertimbangkan hal tersebut dengan matang.
Hal ini
bisa diartikan juga bahwa para tokoh sudah menyerah untuk mempertahankan hidup
mereka. Film kembang api menggambarkan kesedihan dan putus asa tersebut dengan
cara yang berbeda-beda.
Misalnya,
Pak Fahmi yang menggebu-gebu untuk segera mati tetapi dengan pembawaan yang optimis
berhasil. Karakter Sukma yang digambarkan sebagaimana depresi pada umumnya
terbayang oleh orang-orang, yaitu banyak diam, pandangan kosong, dan terus
terlihat sendu.
Salah satu adegan di Film Kembang Api |
Karakter
Raga yang terlihat lelah, cuek, dan tergesa-gesa untuk pergi. Hingga karakter
Anggun yang bahkan masih menuntaskan ujiannya sebelum berangkat untuk melakukan
bunuh diri.
Perbedaan
karakter dan cara mereka menunjukkan kesedihan merupakan sebuah gambaran bahwa
depresi dan putus asa tidak selalu terlihat sama. Seseorang yang hari ini
tertawa-tawa bisa jadi malamnya menangis, dan mereka yang menangis hari ini punya
kesempatan untuk tertawa esok hari.
Nah, hal
itu merupakan tiga kelebihan yang ada di film Kembang Api. Berikut ini ada tiga
catatan mengapa film kembang api disebut tanggung dalam judul di atas.
Alur
terlalu cepat dan terburu-buru
Pernah mencoba
menonton sambil berlari? Nah, itulah yang bisa penonton rasakan saat menonton
film Kembang Api. Alurnya terlalu terburu-buru seakan-akan ia harus segera
memenuhi misi amanat dalam sebuah film bertemakan isu kesehatan mental.
Saat
pertama kali para tokoh gagal meledakkan diri dan malah masuk ke putaran waktu,
tidak semua tokoh langsung menyadari hal itu melainkan bertahap. Setiap ledakan
akan menambah satu orang yang sadar bahwa mereka mengulang hal yang sama.
Hal ini
membuat durasi film habis untuk para tokoh menjelaskan bahwa mereka sedang berada
di putaran waktu. Sisanya? Ya habis juga untuk “buru-buru” menyelesaikan film
agar memiliki amanat dan menyelipkan sedikit motivasi.
Keterburu-buruan
ini membuat film ini jadi agak melelahkan dan alih-alih memberikan rekomendasi kepada
orang lain untuk menonton lebih baik menceritakan alurnya saja yang mungkin
akan selesai dalam 10 menit bercerita.
Blunder
dari Salah Satu Kelebihan Film
Sebelumnya
dalam kelebihan film tertulis bahwa Film Kembang Api menunjukkan sterotipe
masyarakat yang masih berpikiran bahwa anak muda tidak bisa memiliki masalah
serius atau tidak layak disebut depresi dan putus asa.
Namun,
sayangnya kelebihan dari film tersebut bisa menjadi blunder yang membuat hal
ini justru menjadi kekurangan film. Keberadaan tokoh Anggun yang dianggap membawa
mereka pada perjalanan waktu tidak didasari oleh asumsi yang jelas dan logis.
Ketiga
tokoh beranggapan bahwa kegagalan mereka bunuh diri adalah karena adanya Anggun
yang masih kecil. Ketiga tokoh mempercayai hal itu tanpa ragu, bahkan ketiga
mereka mencobanya hanya bertiga dan gagal, mereka masih menyalahkan Anggun atas
asumsi yang “asal-asalan” saja.
Hal ini membuat
bagian tertuduhnya Anggun akibat gagalnya misi bunuh diri hanya sebagai jalan cerita
fiksi. Padahal, penulis bisa memasukkan unsur mitos, budaya, atau bahkan
stereotipe lainnya mengenai dilarangnya anak muda terlibat sesuatu yang
berbahaya.
Hal ini
bisa dilakukan karena sejak awal kembang api raksasa ditulis dengan aksara jawa
kuno, yang sejak awal diekspetasikan adanya adegan yang berhubungan dengan
tradisi lokal. Namun, ya ternyata hanya sekedar Urip iku Urup yang
diulang-ulang.
Adegan
Akhir Justru Melukai Mereka yang Putus Asa
Kembali
pada alur yang terburu-buru, ketiga tokoh yang putus asa akan hidup ternyata
putus asa juga setelah mencoba 4-5x meledakkan diri. Mereka akhirnya membiarkan
Anggun untuk memutuskan sendiri, bahkan lebih tepatnya membiarkan Anggun jika
memang mau bunuh diri.
Hanya
karena gagal 4-5x meledakkan diri dan melalui obrolan-obrolan ringan, semudah
itu para tokoh mengakhiri cerita dan melanjutkan hidup. Pada bagian akhir,
semua penonton layak mengaminkan film ini dengan jargon “Ah namanya juga film”
Ketiga tokoh menyalahkan Anggun |
Keanehan
muncul ketika ketiga tokoh yang awalnya bersikeras menolak Anggun untuk
meledakkan diri tiba-tiba membiarkannya begitu saja. Meskipun sutradara
menyiapkan plot twist yang membuat semuanya batal, tetapi film keren ini jadi
tanggung!
Pada
akhirnya, film Kembang Api bertemakan fiksi dengan tanggung sekaligus membahas
kesehatan mental dengan tanggung juga. Ya, filmnya berarti memang film
tanggung.
Nah, itulah
sinopsis dan review film Kembang Api yang saat ini bisa ditonton di aplikasi
streaming netflix, lho. Selamat menonton dan menikmati karya anak bangsa***
Salam hangat,
Helra.